Info

Prakata

mohon maaf, blog ini masih dalam tahap belajar (newbie). jadi harap maklum kalau artikel-artikelnya kebanyakan dari copast sana-sini. nanum jika anda merasa ini adalah artikel anda, dan tidak ingin artikelnya di tampilkan di blog ini, silahkan berkomentar agar saya bisa menghapus artikelnya. sekali lagi saya mohon maaf dan terima kasih telah mampir di blog ini..

Minggu, 13 Juni 2010

Menenangkan Diri

Coba anda lempar sebutir kerikil ke dalam telaga yang tenang. Berpusat dari tempat jatuhnya kerikil itu akan tercipta sebuah riak gelombang yang mengalun kepenjuru telaga. Kini, bisakah anda menghentikan laju riak gelombang itu? Mungkin anda mencoba dengan memasukkan telapak tangan anda ke dalam air. Atau, menghadangnya dengan ke dua belah kaki anda. Namun yang terjadi adalah semakin banyak anda melakukan sesuatu pada permukaan telaga, semakin banyak riak gelombang baru bermunculan. Satu-satunya cara menghentikan laju riak gelombang itu hanyalah dengan membiarkan berhenti sendiri. Demikian pula dengan ketenangan dan pikiran. Semakin keras anda melakukan sesuatu pada pikiran anda, semakin sulit anda mencapai ketenangan itu. Amati saja. Jangan tolak atau menghentikan riak pikiran anda. Biarkan pikiran berangsur-angsur tenang. Ketenangan diri dimulai ketenangan pikiran, sedangkan ketenangan pikiran bermula dari ketenangan bernafas. Dalam nafas yang tenang temukan jiwa yang tenang.

Ketenangan adalah impian setiap orang. Tidak kaya, tidak miskin, tidak pejabat, tidak buruh; semua menginginkan sebuah ketenangan. Bagaimana tidak, seorang rela mengeluarkan uang banyak demi perasaannya yang gundah untuk bisa tenang. Orang rela pergi jauh dari suatu tempat ke tempat lain yang jaraknya ratusan kilometer untuk membuat diri rileks dan bahagia, dan akhirnya tenang juga. Kadang perasaan tidak karuan merasa dag dig dug der, jangan-jangan, jangan-jangan… Banyak sekali jangan jangan. Perasaan was-was selalu menghantui.

Ketenangan, di mana sebenarnya? Apakah di kantor? Apakah di gunung? Apakah di pantai? Apakah di pasar? Apakah di masjid? Apakah di gereja? Apakah di gua? Banyak kemungkinan jawaban kalau diteruskan. Namun yang jelas ketenangan didapat dan hanya dirasakan oleh manusia yang pernah merasakannya sendiri. Sebuah perasaan damai dan rileks. Perasaan cukup, perasaan aman tidak was-was dengan segala hal negatif yang belum terjadi.

Indikasi ketenangan adalah terlihatnya pancaran keramahan dan ketidak gugupan dalam bertindak. Rasio akal selalu dipergunakan sebelum mengambil keputusan. Tenang dan tenang. Seberat apapun masalah dihadapi dengan tenang dan perasaan PD.

Bagaimana mencari ketenangan? Doktor Norman V. Peale (1996) dalam bukunya, Berpikir Positif, mengatakan bahwa doa adalah kekuatan terbesar dalam memecahkan masalah pribadi seseorang. Ada kekuatan dahsyat yang terkandung dalam sebuah doa. Mungkin bagi orang yang belum pernah mencoba kedahsyatan doa boleh mencoba mempraktekkan nasihat ini. Kalau perasaan tidak tenang coba kembalikan semuanya kepada Tuhan semesta alam. Mencoba selaras dengan alam. Mengikuti air mengalir. Pasrahkan dan adukan segala hal yang ada. Perasaan amburadul dan seabreg perasaan tak menentu lainnya. Serahkan seratus persen pada Sang Pencipta. Rasakan bahwa diri ini tidak berdaya apapun dan lemah tak memiliki kekuatan. Biarkan Alam yang menyelesaikan. Tanpa ba..bi..bu, bagaimana nanti, bagaimana nanti… serahkan segalanya. Karena alam memiliki kekuatan dahsat yang tidak dikira sebelumnya.

Selain itu, coba pula kebiasaan dari Dale Carnigie, tokoh kenamaan Amerika yang biasa ke gereja ketika keadaan lagi super sibuk. Ini karena dia benar-benar ingin mengendalikan waktu, bukan dikendalikan oleh waktu. Dia menghabiskan waktu sekitar seperempat jam untuk menenangkan diri dari rutinitas yang terus menyita waktunya.

Bagaimana seorang Carnegie yang seorang pengusaha terkenal dan kaya malah akan segera pergi ke tempat yang tenang seperti di gereja untuk menenangkan diri di saat pekerjaanya sangat menumpuk? Bandingkan dengan kebiasaan kita termasuk penulis sendiri yang justru malah mengatakan “tanggung” kalau ada pekerjaan. Bukankah kita sering meninggalkan shalat ketika adzan memanggil dan lebih mementingkan pekerjaan dengan alasan “lagi tanggung?”

Sebagai seorang muslim (karena penulis muslim) sudah memiliki tokoh panutan yang luar biasa seperti Muhammad Saw. Karakter beliau adalah orang yang sangat efektif dan efisien dalam bekerja. Tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut beliau yang sia-sia. Semua bermakna. Beliau orang terkaya karena beliau tidak butuh apapun dari dunia ini, bahkan dia berikan segalanya untuk orang yang meminta kepadanya. Beliaupun orang yang tenang. Terlihat dari setiap ada masalah diselesaikan dengan hati dan pikiran dingin. Dengan rasio pikiran dipertimbangkan masak-masak. Sehingga yang keluar dari setiap keputusannya adalah solusi dari setiap permasalahan. Luar biasa!!

Ajaran beliau terangkum dalam shalat. Shalat diajarkan untuk khusuk dan tenang untuk melepaskan dan menghilangkan segala permasalahan dunia. Lupakan sejenak dan pasrahkan segalanya pada Allah Sang Pencipta. Tuma’ninah… diam sejenak. Menghayati keheningan. Merasakan damai dan tenang… Rileks.

Jadi kesimpulannya adalah ketenangan bisa dirasakan oleh yang merasakannya sendiri. Mencoba selaras dengan alam, jujur pada diri sendiri, pasrahkan segalanya pada Allah, dan jeda sejenak dikala tugas menumpuk mungkin sebagai langkah kecil untuk mencoba meraih ketenangan.

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar: